Om Kumis Tebal Itu Bilang Saya “Taek”

Sore itu saya dan teman saya, Niken berniat membeli sendok makan (hanya membeli sendok makan) di Ramayana. Kebetulan sekali teman saya nggak pake helm, waktu pulang, sudah ada polisi di pintu keluar Ramayana, melambaikan tangannya pada saya. Nah lo, lagi cari mangsa menjelang buka puasa nih. Mau nggak mau saya akhirnya berjalan menuju pos polisi disana.

” STNK nya mana mbak?”, suara Om polisi itu menggelegar dan bernada tinggi, tinggiiiii sekali,
” ini pak..”, berbeda dengan suara saya yang sangat lembut,
” kamu ditilang ya, nggak pake helm temanmu itu, besok ikut sidang di pengadilan.” suaranya makin menggelegar,

Saya membaca surat tilang yang sedang ditulis oleh Om polisi tersebut, oh, yaa sebut saja namanya BRIPTU Norman (nama disamarkan demi kepentingan dia, bukan kepentingan saya). Kebetulan lagi, saya buta nama jalan di Salatiga ini, jadi saya bertanya kepada Om briptu ini dimana jalan Veteran itu berada. Sebenarnya beliau sudah tua, kumisnya seperti pagar kabupaten, hitam, gendut, dan sorry to say, jelek. Saya tergelitik untuk memanggil beliau Om.

” Kamu tanya aja sama temenmu yang disini!”, nada suaranyanya sudah naik 2 oktaf.. Luar biasa,

Saya melihat keluar jendela dan mendapati ada pengendara sepeda motor yang tidak memakai helm, beruntungnya dia lolos.

” Yahh, Itu tadi nggak pake helm pak..”, suara lembut manja saya keluar dengan indahnya,
gubrrraaakkkk…! meja dan tangan beliau saling bersentuhan dengan sangat keras sampai menghasilkan bunyi menggelegar.

” Saya ini lagi puasa, apa kamu ngomong yang sopan anak ingusan, taek kamu!!!”
glekk.. Saya menelan ludah sambil berpikir bagian mana yang menurut beliau tidak sopan,

” Loh pak, saya kan cuma ngomong begitu, kok bapak bilang saya taek..”
” Kamu ini mahasiswa, anak saya sudah sarjana semuanya, dasar anak ingusan!”
Otak saya mulai berpikir, apa hubungannya anak beliau sudah sarjana semua apa belum. Apa saya yang bego atau bapaknya yang berlebihan ya.. Saya diam menunggu waktu yang tepat untuk berkomunikasi.

Saya tidak terima beliau mengatai saya taek dan anak ingusan. Saya memang bersalah, makanya saya ditilang. Tapi yang saya tidak suka adalah cara beliau menyampaikan “pesan”nya kepada saya. Apakah memang begitu cara orang yang terpelajar menanggapi pertanyaan tersebut? hebat sekali ya. Padahal cara berbicara dan bersikap seseorang menentukan tinggi rendahnya SDM orang tersebut. Bisa simpulkan sendiri?

Saking nggak terimanya saya, paginya saya putuskan untuk “berkunjung” ke Poltas. Yaa, disana saya disambut ramah oleh bapak-bapak berseragam coklat muda dan tua. Semua mata tertuju pada saya (pikiran saya saja sih).. 🙂

” Maaf pak, bisa bertemu dengan bapak X?” saya bertanya dengan sangat sopan sekali,
” Ya saya mbak, ada yang bisa dibantu?” bapak X tersebut bertanya dengan muka yang sangat datar sekali.

Bapak X itu mendengarkan pengaduan saya tentang kelakuan Om briptu berkumis tebal kemarin dengan kepala menunduk dan sama sekali tidak berani memandang wajah saya. Sekali lagi saya tekankan, saya berbicara dengan sopan sekali, dengan nada yang sendu dan mendayu-dayu begitu indah di dengar.
Saya merasa bapak tersebut mendengarkan seperti masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Untungnya, tuhan memang buka jalan, kepala bagian lalu lintas mendengar suara keluhan saya dari kantornya dan menyuruh saya masuk ke ruangannya.

Bapak kepala ini sangat berwibawa sekali, berbeda dengan anak buahnya yang sudah menyakiti hati saya. Dia bertanya dengan sopan dan berwibawa tentang keluhan yang saya bawa. Dia menanyakan siapa nama oknum tersebut dan meminta nomor hp saya agar ketika oknum tersebut dipanggil untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan mengelak, Bapak kepala ini mau mendatangkan saya.

” Saya mewakili aparat kepolisian minta maaf kepada mbak yang sudah diperlakukan tidak baik oleh salah satu anggota kami. Saya berterimakasih sekali mbak mau mengadukan tindakan beliau, karena memang seharusnya tugas polisi itu mengayomi masyarakat, bukan menakuti. Dalam hal ini mbak tidak bersalah sama sekali. Besok saya akan memanggil beliau ini untuk saya peringatkan dan kalau perlu akan diberi sanksi. Sekali lagi saya mohon maaf ya mbak”, kata bapak itu santun.

Semoga bapak kepala ini memang benar-benar memperingatkan anak buahnya yang berlaku seperti “preman” di jalanan untuk bersikap lebih sopan dan bersahaja. Tetapi seharusnya memang harus ditindaklanjuti, karena saya yakin bapak itu masih punya hati nurani.

Dengan berat hati dan setengah ikhlas saya memaafkan perbuatan Om briptu kumis tebal tersebut, karena sesungguhnya dia tidak tau apa yang telah dia perbuat. Seperti yang saya bilang tadi, cara berbicara dan bersikap seseorang mencerminkan tinggi rendahnya kualitas SDM seseorang. Saya maklumi kalau Om briptu kumis tebal tersebut sudah tua tetapi masih berpangkat briptu.

Ini ceritaku tentang Om kumis tebal, mana ceritamu?

9 thoughts on “Om Kumis Tebal Itu Bilang Saya “Taek”

  1. “Dengan berat hati dan setengah ikhlas saya memaafkan perbuatan Om briptu kumis tebal tersebut, karena sesungguhnya dia tidak tau apa yang telah dia perbuat.”
    Hahahaha suka bagian ini :))

Leave a comment